Adakah di antara kamu yang suka membaca cerita Sherlock Holmes? Saya salah satu yang suka pakai banget. Menurut saya, cara dia berpikir dalam memecahkan masalah brilian banget. Hal yang tak saya sangka, saya diminta menulis buku tentang belajar berpikir ala Sherlock Holmes. Ini kejutan dan jadi tantangan juga. Bagaimana cara berpikir ala Sherlock? Apa yang harus saya tulis dalam buku ini? Hmm… langsung saja baca cerita saya ini yuk.
Awal Tantangan Datang untuk Menulis Buku Berpikir ala Sherlock
Namanya manusia memang harus terus belajar agar bisa mengikuti perkembangan zaman. Ada banyak hal dalam kehidupan kita yang bisa dijadikan pelajaran, entah dari peristiwa yang terjadi di sekitar, dari pengalaman orang lain, dari kejadian-kejadian yang kita alami sendiri, bahkan kita bisa pula belajar berpikir ala Sherlock Holmes. Iya, kita bisa belajar dari pengalaman para tokoh di dunia fiksi, termasuk cara mereka menjalani kehidupan dan menghadapi berbagai tantangan yang terjadi.
Pertengahan bulan Mei 2015, editor saya di Penerbit Grasindo bertanya, “Kamu suka Sherlock nggak, Mbak? Kira-kira apa ya yang bisa kita angkat berkaitan dengan Sherlock Holmes?”
Siapa sih yang tidak suka kisah petualangan Sherlock Holmes yang melegenda? Saya jelas suka. Tapi karena saya masih tidak tahu apa yang mau dibuat berkaitan dengan Sherlock, saya akhirnya hanya menjawab, “Nanti aku pikirin deh, Mbak. Masih nggak tahu apa.”
Pembicaraan hari itu kemudian terlupakan cukup lama. Saya memang membuka kembali kisah-kisah Sherlock yang saya miliki, namun tidak melalukan apa pun lebih jauh berkaitan dengan cetusan awal ide yang dilontarkan editor saya itu. Baru pada akhir Mei, saya menemukan satu ide. Itu pun setelah saya membaca kisah Kasus Identitas.
Kisah Kasus Identitas
“Hidup ini jauh lebih aneh daripada apa pun yang dapat kita khayalkan. Dibandingkan dengan hal-hal sepele yang terjadi sehari-hari, hasil imajinasi sebetulnya tidak ada artinya. Seandainya kita bisa terbang melayang mengitari kota yang luas, sambil perlahan menembus atap-atap rumah, dan mengintip ke dalamnya, kita dapat melihat berbagai peristiwa aneh, kebetulan-kebetulan, rencana-rencana, berbagai pertentangan, pokoknya segala macam kejadian luar biasa yang terjadi dari generasi ke generasi.”
Satu paragraf di dalam kisah Kasus Identitas ini menggugah saya dan menunjukkan pada saya bahwa setiap manusia di muka bumi ini akan menghadapi berbagai masalah, kejadian, atau hal-hal yang kadang lebih aneh daripada yang pernah dibayangkan manusia.
Untuk dapat menyelesaikan setiap masalah yang sedang dihadapi itulah, kita (sebagai manusia) harus memiliki kemampuan berpikir yang cemerlang, cermat, dan mampu menganalisis masalah dari berbagai sudut pandang demi bisa menemukan solusi.
Pertanyaannya, bagaimana caranya agar bisa berpikir ala Sherlock?
Cara Meningkatkan Kemampuan Berpikir ala Sherlock Holmes
Belajar Penalaran Deduktif
Untuk dapat membuat outline, saya harus membaca cepat semua kisah petualangan Sherlock Holmes dan mencoba merangkum inti utama setiap kisah. Cukup sulit awalnya, karena kisah petualangan Sherlock itu kan kisah fiksi dengan latar belakang kehidupan yang berbeda dengan kehidupan yang saya jalani saat ini.
Saya sempat kebingungan dan masih tidak tahu apa yang harus saya tulis. Baru ketika saya membaca kisah Penelusuran Benang Merah, saya mulai mendapatkan “benang merah” antara ide awal yang sudah ada dengan apa yang seharusnya saya tulis di dalam buku saya nanti.
“Ada banyak kemiripan dalam kasus-kasus kejahatan. Kalau kau memiliki rinciannya hingga seribu kasus, aneh sekali jika kau tidak bisa mengungkapkan kasus ke-1001.”
Di dalam kisah Penelusuran Benang Merah ini, Sherlock menerangkan mengenai pentingnya penalaran deduktif. Menurutnya, penalaran ini menjadi lebih mudah diterapkan kalau kita sering melakukan pengamatan, baik itu orang, berbagai kejadian, benda-benda, dan hal apa pun yang terjadi di sekitar kita. Semakin sering kita melakukan pengamatan, penalaran deduktif akan terbentuk dengan sendirinya dalam pikiran kita.
Dengan panduan awal dua cuplikan kisah Penelusuran Benang Merah, saya mulai merancang outline yang diminta editor. Ide yang tadinya hanya satu kalimat, mulai berkembang menjadi banyak bab. Saya berhasil mengumpulkan 50 judul bab yang diminta di minggu pertama bulan Juni. Sayangnya ketika outline itu saya serahkan, Bu Editor sepertinya kurang puas. Beliau bilang, “Cuma 50 aja ya, Mbak? Nggak bisa nih kalau dibuat 99 bab?”
Merancang Outline dengan Istana Pikiran
Kamu tahu bagaimana perasaan saya hari itu? Sebal luar biasa! Bayangkan saja, untuk mengumpulkan 50 judul bab itu bukan perkara mudah. Apalagi saya harus membaca semua kisah petualangan Sherlock Holmes dulu baru bisa menemukan judul-judul itu satu demi satu, dan itu masih kurang?
Hal lain yang sempat membuat saya kurang percaya diri adalah bagaimana caranya saya mengembangkan 99 judul bab ini menjadi naskah utuh? Berapa lama waktu yang saya butuhkan untuk menulis ini semua? Apa yang harus saya tulis?
Lalu, saya menemukan istana pikiran. Ini kutipan istana pikiran yang saya temukan. “Kamu bangun sebuah istana pikiran untuk menyimpan berbagai informasi. Tentukan lokasinya. Bangun istana di sana. Di dalam istana, buat ruangan-ruangan kecil. Untuk setiap ruangan, asosiasikan dengan kumpulan informasi yang mau kamu simpan. Ketika suatu hari membutuhkan informasi tertentu, kamu tinggal menelusurinya dalam istana pikiranmu.”
Dengan membangun istana pikiran, mempelajari cara kerjanya, saya pun berhasil menyelesaikan outline. Malah dalam perjalanan membuat outline untuk buku berpikir ala Sherlock Holmes, saya sekalian mengembangkan outline kedua mengenai mengasah intuisi ala Sherlock.
Mengembangkan Satu Judul dengan Analogi
Setelah outline dengan 99 judul bab disetujui, akhirnya proses penulisan pun saya mulai. Susah-susah gampang ya memulai suatu naskah. Meski sebelumnya saya sudah beberapa kali berhasil menyelesaikan naskah dan sudah terbit, tetap saja merangkai beberapa bab awal di naskah baru memiliki tingkat kesulitan baru bagi saya.
Untungnya, saya sudah membuat outline terlebih dahulu jadi saya bisa memilih, mana kita-kira yang ingin saya tulis duluan. Dengan adanya outline, saya tidak terpaku harus menulis Bab. 1 dulu, kemudian Bab. 2, dan seterusnya. Saya bisa memulai proses penulisan naskah ini dari bab mana saja yang lebih dulu ingin saya tulis.
Saya pun memilih poin 11 di outline, yang rencananya jadi Bab. 11 di naskah saya. Judul untuk bab ini sudah jelas, yaitu: Teori Mengupas Bawang. Ketika menuliskan judul ini, saya membayangkan saat saya harus mengupas sebutir bawang merah. Ada kulit luar yang harus dikupas dulu. Setelah kulit luar itu terkupas semua, butir bawang merah jadi terlihat bersih. Namun kalau kita teruskan mengupas lagi lapisan demi lapisan yang ada di bawah merah, kita akan menemukan inti dari bawang merah.
Saya kemudian menganalogikan bawang tadi sebagai suatu masalah. Sering yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari, masalah yang tampak terlihat begitu besar dan sulit untuk diselesaikan. Hal utama dan pertama yang perlu kita lakukan agar bisa menemukan solusi untuk menyelesaikan masalah itu adalah dengan mengupas satu demi satu masalah yang ada dan menemukan inti masalahnya dulu.
Setelah inti masalahnya ketemu, baru kita mengambil langkah terbaik untuk menyelesaikannya. Biasanya bersamaan dengan penemuan inti masalah, solusi pun akan bisa kita dapatkan dengan mudah. Nah, begitu tulisan secara keseluruhan jadi, baru saya mengatur ulang susunan bab dan Bab Teori Mengupas Bawang tadi akhirnya jadi Bab. 21
Proses Penulisan Naskah
Setelah menganalogikan bawang merah tadi sebagai masalah yang harus saya selesaikan, saya kemudian mencari kisah Sherlock Holmes yang mana yang sesuai dengan pembahasan ini. Ternyata, analogi ini bisa berlaku untuk hampir semua kisah Sherlock karena dalam menyelesaikan setiap peristiwa, Sherlock juga mencoba menggali lebih dalam dulu masalah yang sedang ia hadapi demi menemukan intinya, baru kemudian mencoba menyelesaikannya.
Jadi, apa yang harus saya tulis pada paragraf pertama? Serius, untuk setiap proyek menulis buku, saya memang selalu kesulitan untuk menuliskan paragraf pertama. Untuk mengatasi hal ini biasanya saya akan menuliskan pertanyaan besar yang menjadi pembahasan bab tersebut. Jadi, ya saya tuliskan dulu mengenai bawang merah tadi. Lalu setelah menulis beberapa kalimat, akhirnya jari-jari saya seolah menemukan cara sendiri untuk merangkai setiap huruf dan jadilah satu bab ini.
Berkat outline dan sudah membaca seluruh kisah Sherlock, saya berhasil menyelesaikan naskah ini dalam waktu tiga minggu. Naskah ini kemudian masuk proses editing dan layout. Namun tugas saya ternyata belum selesai.
Di bulan Agustus, saya menerima email yang berisi catatan dari Bu Editor yang ingin saya melengkapi bagian-bagian yang kurang. Fiuh, karena ini demi naskah yang lebih baik dan layak baca, tugas itu pun berusaha saya selesaikan dengan sebaik-baiknya. Tahu nggak, naskah ini kena revisi 5 kali loh… hahaha.
Kerja Keras Itu Hasilnya Nyata
Ya, kerja keras itu hasilnya nyata dan sesuai dengan usaha yang kita keluarkan. Kalau kita bersungguh-sungguh, hasilnya tentu juga bagus. Kalimat ini benar-benar terbukti. Meski harus melalui proses pembuatan outline yang belibet dan revisi berkali-kali, saya dapat kabar gembira setelah tiga bulan setelah terbit. Buku 99 Cara Berpikir ala Sherlock Holmes cetak ulang dan masuk dalam jajaran buku best seller. Thank you, God.
Isi Buku 99 Cara Berpikir ala Sherlock Holmes
Ada 99 judul totalnya. Setiap judul mengupas satu demi satu cara Sherlock berpikir, hingga ia berhasil menyelesaikan setiap masalah. Pada Bab.5, saya membahas mengenai cara berpikir kritis yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, juga bagaimana cara mengelimasi hal-hal tak penting untuk menemukan berbagai hal penting.
Untuk lebih lengkapnya, bisa langsung membaca bukunya ya. Judulnya: 99 Cara Berpikir ala Sherlock Holmes terbitan Penerbit Grasindo. Sudah tersedia di semua jaringan toko buku Gramedia, juga bisa didapatkan di toko buku online.
Buku Seri 99 Belajar ala Sherlock ini akhirnya ada 3, yaitu: Berpikir ala Sherlock Holmes, Mengasah Intuisi ala Sherlock Holmes, dan Menyelesaikan Masalah ala Sherlock Holmes.
Mau bukunya. Mau main detektif-detektifan ah. Hehehe…
Hehehe… ayo ta, nulis juga