Gerakan Anti Hoax dan Peran Media Digital dalam Penyebaran Konten Positif – Bersamaan dengan berkembang pesatnya teknologi informasi, gelombang revolusi digital pun terjadi dan melanda hampir di semua bidang kehidupan. Setiap hari ratusan konten digital meramaikan dunia maya dengan berbagai pemberitaan, baik pemberitaan positif maupun pemberitaan yang kebenarannya masih diragukan.
Di saat yang sama, derasnya arus informasi yang hampir tak terbendung ini memunculkan oknum-oknum dengan berbagai kepentingan yang memanfaatkan keadaan. Mereka melakukan penggiringan opini, menyetir pemikiran, dan menggalang dukungan dengan menghalalkan segala cara, termasuk dengan menyebarkan informasi yang kebenarannya masih perlu dicari tahu lebih lanjut.
Penyebaran Hoax dan Konten Negatif di Media Digital
Tak bisa dipungkiri, hoax menyebar secepat kedipan mata dengan dibantu jempol-jempol yang menekan tombol share. Fitnah keji merajalela tanpa bukti akurat. Pemelintiran fakta menjadi berita viral yang dengan cepat mengubah masyarakat terpecah menjadi dua kubu, pro dan kontra. Perang opini terjadi di dunia maya, lalu dengan cepat pula menyebar di dunia nyata.
Perang antara konten negatif dan positif, antara hoax dan anti hoax, sudah mulai terlihat sejak Pilpres 2014. Isu mengenai agama yang paling banyak “digoreng” demi menggalang massa dan dukungan salah kaprah. Fitnah keji, tuduhan kafir, PKI dan sebagainya menjadikan masyarakat pembaca menjadi dua kubu yang berseberangan.
Hal yang sama kembali terjadi ketika Pilgub Jakarta. Demi menjatuhkan seorang Ahok agar tak lagi menjadi gubernur, pemelintiran video rekaman pun terjadi dan dakwaan penistaan agama menggiring sang tokoh mendekam di penjara. Masyarakat kembali terpecah belah. Kesatuan dan persatuan bangsa dipertaruhkan demi memuaskan obsesi berlebih sebagian orang.
Pada akhirnya generasi muda pun ikut terbelah dua, generasi hoax yang menjadi penyebar konten negatif dan generasi anti hoax yang berusaha sekuat tenaga menjaga persatuan dengan mematahkan berita-berita hoax tadi dengan melakukan gerakan anti hoax.
Gerakan Anti Hoax dan Peran Anak Muda Bagi Masa Depan Indonesia
Riuhnya pemberitaan di media digital, dalam hal ini media sosial, memunculkan fenomena baru. Media sosial terasa menjadi tempat yang panas di mana tiap orang perang opini dengan orang lainnya untuk membela tokoh, membela prinsip, ataupun membela pemberitaan yang dianggap paling benar. Bullying dan kata-kata penghuni kebun binatang memenuhi timeline. Saling bersikeras bahwa pendapatnyalah yang benar.
Lalu perdebatan tak berujung di dunia maya akhirnya mempengaruhi kehidupan dunia nyata. Kebencian menyebar bagai tumpahan oli yang menghitamkan lautan biru. Perselisihan di media sosial diakhiri saling block pertemanan dan tak bertegur sapa pula di dunia nyata. Ini lucu tapi nyata. Karena media yang seharusnya bisa jadi ajang bertukar cerita menyenangkan, berbagi semangat, bahkan berbagi peluang kerja malah menjadi ajang bertarung kata yang tak ada habisnya. Jempol pegal, pekerjaan terbengkalai, hasilnya hanya kebencian yang semakin membakar dada. Apakah kehidupan seperti ini yang kita inginkan?
Saya pribadi sempat terpukul dengan pemberitaan negatif dan konten-konten hoax tahun 2016 lalu. Pemberitaan yang menyebarkan kekerasan, gerakan-gerakan, ketidakadilan, membuat saya takut membuka media sosial, takut bertemu orang yang berbeda pandangan, bahkan sempat takut keluar rumah saat cukup banyak pemberitaan mengenai sweeping keturunan China.
Hei, saya memang keturunan China, tapi saya warga negara Indonesia. Saya sama sekali tak punya pilihan mau terlahir di keluarga China atau bukan. Bahkan hingga hari ini saya tak pernah tahu apakah akar keluarga saya benar ada di daratan China sana, karena faktanya tujuh generasi di atas saya semuanya sudah tinggal dan beranak pinak di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Sayangnya ketika itu mulut saya terbungkam, dan suara saya tenggelam karena rasa takut akibat intimidasi melalui pemberitaan di media digital yang merajalela.
Beberapa waktu lalu, ketika saya mengikuti workshop mengenai SEO yang mendatangkan pakar SEO Pontianak, Mas Qbenk, saya mendapatkan satu buku berjudul Anak Muda & Masa Depan Indonesia, yang ditulis oleh Dimas Oky Nugroho PH.D bersama 60 penulis muda lainnya. Dimas Oky Nugroho adalah tokoh muda inspiratif kelahiran 7 februari 1978. Ia banyak menggagas gerakan kewirausahaan sosial, antara lain Sukarelawan Indonesia untuk Perubahan, yang terdiri dari akademisi muda, aktivis, komunitas kreatif, dan seniman.
Dimas juga mendirikan sekolah kepemimpinan politik anak muda yang diberinya nama Kader Bangsa Fellowship Program (KBFP), serta membentuk Gerakan Ampuh (Anak Muda Kreatif) yang bergerak di bidang sosialisasi start-up dan pemberdayaan ekonomi digital untuk komunitas kreatif dan mahasiswa.
Isi buku tersebut tentu saja suara generasi muda Indonesia, yang mengangkat 5 tema besar, yaitu:
- Pemuda, Kepemimpinan & Integritas.
- Nasionalisme, Kemajemukan, dan Keadaban Publik.
- Penguatan Demokrasi, Hak-Hak Sipil & Pelayanan Publik.
- Globalisasi, Keadilan Sosial & Ekonomi Berkelanjutan.
- Budaya Pop & Konvergensi Media.
Sejak peristiwa demi peristiwa yang dialami bangsa ini berkaitan dengan keberagaman suku bangsa dan agama serta lunturnya toleransi dan saling menghormati perbedaan, fokus dan perhatian saya tertuju pada pemberitaan hoax yang masih saja berlanjut dan bagaimana gerakan anti hoax bersatu padu untuk melawannya dengan menyebarkan berita positif dan bermanfaat. Gerakan anti hoax ini patut diapresiasi dan didukung karena misi utama mereka adalah menjaga persatuan dan keutuhan NKRI, demi membangun bangsa menuju Indonesia maju.
Saya juga mengikuti sepak terjang beberapa group yang mengusung gerakan anti hoax dan bagaimana mereka saling berbagi informasi terkait kebenaran suatu berita yang didukung berbagai fakta. Mereka kemudian ikut membantu meluruskan pemberitaan tadi dengan menyajikan bukti, hoax atau anti hoax, dengan harapan masyarakat luas bisa mengetahuinya pula. Tujuan lainnya, mereka ingin ada lebih banyak orang menjadi lebih cerdas dalam menyikapi setiap pemberitaan yang tampil di media sosial masing-masing.
Karena seringnya mengikuti pemberitaan mengenai gerakan anti hoax tadi, saat membaca buku Anak Muda & Masa Depan Indonesia, saya terpikat pada tulisan-tulisan di Bab.V: Budaya Pop & Konvergensi Media. Salah satu tulisan yang cukup menarik adalah tulisan Wisnu Nugroho yang berjudul Sepalsu Apa Hidup Kita? Judulnya ini serta membuat saya ikut berpikir, sepalsu apa sih hidup saya? Bisakah kita jujur mengenai berbagai aspek dalam kehidupan kita?
Contoh sederhananya, seberapa sering kita melakukan edit foto sebelum mempostingnya ke media sosial? Mana yang membuat kita nyaman, menampilkan sisi diri kita apa adanya atau menampilkan sisi kita dalam balutan fitur editing foto? Faktanya, banyak dia antara kita yang merasa bangga berlindung dibalik fitur-fitur canggih yang bisa menampilkan sisi diri kita dengan lebih baik dibandingkan penampilan sesungguhnya.
Tulisan menarik lainnya karya Dewi Yuri Cahyani berjudul Membangun Peradaban Informasi. Dalam tulisannya ini, Dewi menyebutkan bahwa masyarakat informasi memiliki tiga karakteristik utama (Moore, 1996), yaitu:
- Informasi digunakan sebagai sumber daya ekonomi yang mana organisasi menggunakan informasi untuk mencapai efisiensi, merangsang inovasi, meningkatkan efektivitas dan daya saing, serta meningkatkan kualitas produk dan jasa yang dihasilkan.
- Pemanfaatan informasi secara luaa oleh publik, baik sebagai konsumen maupun warga negara.
- Pertumbuhan sektor informasi yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi dunia secara signifikan.
Dewi juga menyoroti tantangan utama yang dihadapi masyarakat informasi, yaitu ketiadaan kerangka kebijakan yang integratif dan komprehensif, yang mengatur peredaran informasi secara lebih baik di Indonesia. Masih banyak pasal-pasal karet dalam peraturan perundang-undangan negara ini. Pasal-pasal karet tadi menyebabkan begitu mudahnya setiap pendapat dan ekspresi dilaporkan ke polisi akibat dianggap menghina, mencemarkan nama baik, menodai agama, dan sebagainya.
Lalu apa yang perlu dilakukan agar penyebaran konten negatif bisa dihentikan dan ikut berpartisipasi dalam gerakan anti hoax?
Jadilah masyarakat informasi yang cerdas dan kritis dengan cara bijak. Saring semua informasi dan cari tahu kebenarannya terlebih dahulu sebagai upaya anti hoax atau mencegaj beredarnya berita-berita hoax ke masyarakat yang lebih luas.
Dalam tulisan Wijayanto halaman 259 berjudul Hoaks dan Tradisi Kritis Kita ada ulasan mengenai tulisan dua pakar media, Bill Kovach dan Tom Rosenstiel (2010), berjudul BLUR, Bagaimana Mengetahui Apa yang Benar pada Masa Banjir Informasi.
Bill dan Tom memperkenalkan satu metode yang mereka namai, Cara untuk Mengetahui Secara Skeptis. Metode tersebut mengajal kita untuk menghadapi suatu berita secara skeptis untuk menemukan kebenaran. Artinya, kita perlu melakukan pemeriksaan terlebih dahulu serta mempertanyakan dengan lengkap suatu berita dalam berbagai aspek, seperti pesan utama, kredibilitas sumber informasi, kelengkapan bukti-bukti, nilai tersembunyi, dan arti penting berita tersebut.
Diskusi Kopi Ruang Berbagi
Tadi saya ada menyebutkan tentang mengikuti workshop SEO dengan Mas Qbenk yang didatangkan jauh-jauh dari Pontianak untuk berbagi pengetahuan mengenai SEO. Kapan-kapan saya akan menuliskan hasil saya mengikuti workshop ini deh, namun hari ini saya hanya ingin menuliskan betapa berkesannya mengikuti acara yang diselenggarakan MB Communication dan Indoblognet ini. Bagaimana pun pengetahuan mengenai SEO sangat penting bagi seorang blogger agar tulisannya bisa ditemukan dengan mudah di mesin pencari Google.
Mas Qbenk orangnya ramah dan pintar banget. Tapi seperti kebanyakan para IT Maniac (begitulah saya menyebutnya karena dulu Pewe pun begitu), pastilah lebih fokus pada bahasa tulis di layar (baik laptop maupun ponsel) dibandingkan berkomunikasi secara lisan. Meski begitu, penyampaian materi Mas Qbenk keren banget dan mudah dipahami. Kehadiran Mas Febriyan Lukito yang juga seorang “pemain” SEO menjadi pelengkap yang sempurna. Semoga di lain waktu MB Communication kembali mengadakan workshop seperti ini.
Workshop yang dimulai sejak jam 10 pagi ini diselenggarakan di kafe Diskusi Kopi Ruang Berbagi, berlokasi di Jalan Halimun Raya No. 11B, Setiabudi, Jakarta Selatan. Kafe yang buka mulai pukul 9 pagi hingga 10 malam ini milik Dimas Oky Nugroho dan memiliki ruang-ruang dengan konsep yang keren dan nyaman, baik untuk bekerja (karena tersedia ruangan-ruangan untuk disewa layaknya co-working space), juga enak untuk kongkow ataupun nongkrong bersama teman dan relasi sambil menikmati gelas-gelas kopi yang harum.
Fasilitas lainnya, ruangannya luas, meja dan kursi pun tersedia dalam jumlah banyak, jadi kalau mau datang rombongan pun oke, musik mengalun dengan volume yang pas, tidak terlalu berisik, dan dinding-dinding yang dihiasi dengan quote-quote positif dari tokoh terkenal. Satu quote yang makjleb banget di hati saya adalah quote-nya K.H Abdurrahman Wahid. Oh ya, dua hal paling penting untuk pekerja freelance yang selalu memilih bekerja di luar adalah tersedianya banyak colokan dan Wifi yang ngebut sehingga kalau kerja di kafe Diskusi Kopi Ruang Berbagi ini bakal produktif banget nih.
“Ikatan sosial yang kuat akan menuntun kita untuk mengembangkan solidaritas.”
– K.H Abdurrahman Wahid –
Workshop kami sempat berjeda sebentar setelah makan siang karena semua peserta workshop memilih ikutan diskusi buku yang diselenggarakan di halaman kafe. Diskusi buku Anak Muda & Masa Depan Indonesia ini diikuti banyak anak muda dari berbagai profesi dan mereka sama-sama menyuarakan aspirasi positif untuk berperan serta membangun Indonesia, termasuk menjaga keutuhan kesatuan dan persatuan Bangsa Indonesia.
Gerakan anti hoax seharusnya tidak saja dilakukan oleh para generasi muda, namun juga oleh segenap lapisan masyarakat. Jadilah pembaca yang cerdas dan bijak, dalam hal ini pembaca berita. Lakukan cek dan ricek terlebih ketika mendapat suatu berita. Cari tahu kebenarannya, jangan sampai gara-gara berita bohong kita malah terpengaruh, kemudian menjadi antipati dan ikutan menjadi seorang pembenci.
Gerakan anti hoax adalah masyarakat yang anti terhadap hoax, atau pemberitaan bohong. Ayolah, jangan mau dibohongi terus dengan pemberitaan yang tanpa data dan fakta, yang disebarkan oknum-oknum tak bertanggung jawab. Mari sebarkan hanya berita baik saja!
Satu pemikiran pada “Gerakan Anti Hoax dan Peran Media Digital Dalam Penyebaran Konten Positif”