Banyak orang mengira kalau menulis buku nonfiksi itu membosankan, njelimet, sulit setengah mati, dan harus berhubungan dengan data dan referensi, bikin hidup yang udah berat jadi tambah berat. Pemahaman yang salah begini pada akhirnya membuat mereka mengurungkan niat menulis buku nonfiksi. Padahal, menulis buku nonfiksi bisa dibuat asyik seperti kalau kita menulis fiksi.
“Ah, masa? Fiksi kan imajinasi dengan gaya bahasa yang ringan dan mengalir. Nggak ada ketentuan khusus. Kalau nonfiksi kan beda.”
Mungkin kalimat bantahan semacam itu yang melintas di kepalamu. Kenyataannya,
kamu juga bisa loh menulis nonfiksi dengan gaya bahasa yang ringan dan mengalir, bahkan kamu bisa menulis buku nonfiksi dengan gayamu sendiri. Jangan takut berbeda. Namanya seni itu berani berkreasi sesuai imajinasimu. Ups, tolong jangan tanya pada saya apa definisi suatu kata ya. Kali ini, saya tidak akan membahas definisi yang berat-berat. Kita fokus saja bagaimana menulis nonfiksi dengan cara yang asyik.
kamu juga bisa loh menulis nonfiksi dengan gaya bahasa yang ringan dan mengalir, bahkan kamu bisa menulis buku nonfiksi dengan gayamu sendiri. Jangan takut berbeda. Namanya seni itu berani berkreasi sesuai imajinasimu. Ups, tolong jangan tanya pada saya apa definisi suatu kata ya. Kali ini, saya tidak akan membahas definisi yang berat-berat. Kita fokus saja bagaimana menulis nonfiksi dengan cara yang asyik.
Oke, sudah siap? Mari kita mulai.
Tidak ada ketentuan baku dalam menulis nonfiksi. Tetapi, tetap semua hal yang ditulis memiliki referensi dan data pendukung. Kita tidak bisa asal mengarang saja, kecuali kalau yang kita bahas merupakan suatu opini belaka.
- Menulis nonfiksi sama seperti fiksi dalam hal gaya bahasa. Sudah tidak zaman lagi buku-buku nonfiksi berbahasa yang berat dan dipenuhi ratusan bahkan teori njelimet, terutama ini berlaku untuk buku-buku nonfiksi populer.
- Menulis nonfiksi juga bisa dengan gaya bercerita layaknya kita sedang bercakap-cakap dengan teman, dengan saudara, atau dengan seseorang yang sedang tertarik dengan topik yang kita bahas.
- Melanjutkan poin. 3. Masih bingung mengenai hal ini? Coba rekam ketika kamu berbicara dengan seseorang. Setelahnya, salin rekamanmu dalam bentuk tulisan. Nah, seperti itulah yang saya maksud dengan “gaya bercerita”.
- Nonfiksi tidak melulu dipenuhi data dan referensi dari berbagai sumber. Kita juga bisa menambahkan dengan pengalaman kita sendiri, atau dengan pengalaman orang lain.
- Terakhir, yang menentukan apakah menulis nonfiksi itu asyik atau tidak, sebenarnya diri kita sendiri. Kalau kita membuatnya asyik, tentu saja selama proses penulisannya ya terasa asyik. Kalau terasa membosankan, lah… penulisnya aja bosan menulis pembahasan itu, bagaimana mungkin meminta pembaca tetap merasa asyik membaca tulisan yang sama?
Hal penting yang tak bisa dilupakan dan diabaikan adalah GUNAKAN HATI ketika menulis. Perasaan apa pun ketika kita menulis, bisa tanpa sadar masuk dalam tulisan kita. Saat marah, jangan coba-coba menulis pembahasan mengenai motivasi tentang sabar. Hasilnya pasti berbeda… hehehe. Hal yang sama ketika kita menulis tentang berkreasi secara bebas, tapi di dalam hati kita sendiri, kita tidak yakin kalau kita juga bisa melakukannya. Akhirnya, tulisan kita akan dipenuh dengan kata MUNGKIN. Tidak percaya? Coba aja…
Berikut ini adalah beberapa contoh proses penulisan buku YAKIN SELAMANYA MAU DI POJOKAN?! Saat menulis buku nonfiksi dengan kategori “Pengembangan Diri” ini, saya sama sekali tidak merasa sedang menulis buku nonfiksi yang katanya berat. Saya malah merasa sedang bermain-main. Kenapa?
Mari kita lihat cuplikannya ya.
Masukan Pengalamanmu Sumber: dok.pribadi |
Perhatikan gambar di atas. Semoga tulisannya tetap terbaca meski kecil-kecil ya. Saya ingin menunjukkan bahwa menulis buku nonfiksi itu tidak berat-berat banget kok. Sungguh. Hanya butuh kebiasaan menulis dan banyak-banyak aja baca buku sejenis. Lihat deh, saya menggunakan gaya bahasa yang ringan dan santai, seakan saya sedang bercerita kalau tadi saya baru saja pergi berenang sama keponakan-keponakan saya di kolam renang yang ada di kompleks perumahan kami.
Oh ya, di halaman kiri, saya bercerita mengenai DREAM’S BOOK (buku impian). Cerita ini berdasarkan pengalaman saya waktu ikut training suatu MLM. Saat itu, kami para downline baru diminta merancang impian apa yang ingin dicapai dan langkah-langkah apa yang akan kamu lakukan untuk mencapainya.
Di halaman sebelah kanan, di gambar yang sama. Saya merancang bagaimana nanti tampilan buku ini. Saya buatkan catatan untuk membantu ilustrator, gambar apa sih yang perlu dimasukan pada pembahasan ini. Saya juga menyertakan contohnya. Memberi catatan atau panduan ilustrasi akan memudahkan kerja ilustrator. Ia jadi bisa membayangkan, sebenarnya apa sih yang sedang kita bahas. Bahkan, ilustrator juga bisa kasih masukan loh kalau ternyata ada ilustrasi yang lebih baik lagi yang berhasil ditemukannya. Dan pengalaman seperti ini saya dapatkan dari ilustrator yang membuat buku ini menjadi begitu keren tampilannya. Mau tahu siapa orangnya? Beli dong bukunya, nanti kan di halaman hak cipta kamu bisa lihat namanya.
Menemukan Bidangmu Sumber: dok. pribadi |
Gambar dengan judul “Menemukan Bidangmu” sengaja saya masukan dalam pembahasan ini. Kenapa? Kalau kamu ingin menulis dengan asyik, tulislah semua hal yang kamu kuasai. Kalau kamu punya pengalaman dalam bidang bisnis, pasti asyik tuh menulis apa saja yang pernah kamu alami? Bagaimana caramu meyakinkan pelanggan? Bonus apa yang pernah kamu dapatkan? Yah, hal-hal semacam itu. Makin kamu menguasai bidang tersebut, makin mudah kamu menuliskannya.
“Aduh, aku nggak bisa nulis nih.”
Jawaban untuk keluhan semacam ini: ya jangan bermimpi jadi penulis. Bahkan jangan repot-repot berniat jadi penulis, habisnya belum apa-apa kamu sudah mengeluh.
Tapi kalau kamu sungguh ingin menulis, minimal satu buku lah dalam hidupmu, rajin-rajinlah menulis. Sama seperti kamu yang ingin lancar mengetik di komputer/laptop… pasti kamu latihan terus mengetik di komputer/laptopmu. Contoh paling mudah nih: Saat baru beli hp baru, kamu pasti bingung gimana menggunakan hp itu, kan? Tapi karena kamu sering menggunakannya dan telaten mencari tahu, lama-kelamaan kamu semakin mahir menggunakannya. Nah, menulis juga begitu. Kamu akan semakin mudah menulis kalau kamu rajin menulis.
Permudah Pekerjaan Orang Lain Sumber: dok. pribadi |
Pada gambar ketiga ini, saya lagi-lagi bermain-main. Sebenarnya, berkreasi sebebas ini baru saya lakukan di buku YAKIN SELAMANYA MAU DI POJOKAN?! Dengan kata lain, ini eksperimen pertama saya untuk mengubah total gaya tulisan saya. Kebetulan editor yang menangani naskah ini memberi kebebasan sebebas-bebasnya pada saya untuk berkreasi sesuka hati. Tidak ada ketentuan. Tidak ada syarat ini itu, tapi saya harus mau dibantai kalau ada bagian-bagian yang tidak sesuai atau yang menurutnya kurang. Intinya sih ya, berkolaborasi dengan cara asyik akan membuat kita menulis juga semakin asyik. Ingin begini juga? KUNCINYA ADALAH KOMUNIKASI!
Ya. Kami berkomunikasi. Boleh dibilang, kami juga pernah berdebat. Kalau kolaborasi ingin sukses, jangan mudah BAPER juga. Hayah… saya melenceng lagi nih sepertinya. Tapi seperti inilah contoh nyata menulis nonfiksi. Tulisan pada blog ini juga termasuk nonfiksi loh sebenarnya.
Masih takut menulis buku nonfiksi?
Ah, saya jamin kamu bakal rugi kalau tidak mencobanya
Tulisannnya keren,