Pertengahan Desember 2014, adik ke-2 saya mengusulkan agar saya dan tiga saudara kami yang lain pulang ke Banjarmasin, Kalimantan Selatan, agar bisa berlibur bersama. Kesibukan kami selama ini cukup menghabiskan waktu dan membuat kami jarang bertemu satu sama lain, termasuk berkumpul dengan orangtua kami yang masih tinggal di Banjarmasin.
Awalnya, saya agak malas pulang karena jujur saja, saya sedikit minder. Saya belum sesukses adik-adik saya. Sejak 2012, ketika saya memutuskan untuk sepenuhnya bergelut di dunia kepenulisan, belum ada satu ide buku best seller yang bisa saya temukan. Artinya, dari sekian judul buku saya yang telah berhasil diterbitkan, belum ada satu pun yang masuk dalam daftar buku best seller.
Di sisi lain, saya kan tinggal di Banjarmasin sejak kecil hingga lulus SMP, jadi saya tahu pasti kalau Banjarmasin tidak semenarik Bali, Yogyakarta, Bandung, atau kota-kota lain yang memiliki berbagai tempat wisata menarik. Banjarmasin dalam benak dan pikiran saya hanya kota untuk kulineran, bukan untuk liburan yang seru. Meski setengah hati untuk pulang, saya akhirnya memutuskan ikut pulang juga agar bisa berkumpul bersama mereka. Bagaimanapun, keluarga adalah sesuatu yang sangat penting bagi saya. Keluarga menjadi pondasi kuat keberadaan saya di dunia ini. Begitu sudah menetapkan tanggal keberangkatan ke Banjarmasin, saya langsung berburu tiket pesawat murah. Tahu sendiri, kan, akhir tahun begitu tiket susah dapatnya.
Liburan dan Diskusi Mengenai Sukses
Tanggal 26 Desember 2014 malam, saya dan adik perempuan yang juga tinggal di Jakarta tiba di Banjarmasin, sementara adik-adik yang tinggal di Surabaya sudah tiba sehari sebelumnya. Begitu bertemu dengan ipar saya yang tinggal di Surabaya, keluhan pertama yang saya dengar darinya kurang lebih sama seperti yang saya pikirkan sebelumnya, memangnya ada tempat liburan asyik di Banjarmasin, selain cuma bisa wisata kulineran? Hahaha…
Tapi demi kebersamaan yang langka, saya dan adik-adik serta para ipar sepakat akan menciptakan suasana berkesan dalam liburan kali ini, ada ataupun tak ada tempat wisata seru. Jadi, keesokan harinya dan beberapa hari setelahnya, kami sekeluarga kulineran di Banjarmasin, mencoba berbagai makanan khas Kalimantan Selatan, seperti soto dan sate Banjar Bang Amat, makan di Sari Patin Kayutangi, nasi kuning Nagasari, makan di Lontong Orari, menikmati mi bancir, atau goreng mandai.
Makan mandai wajib nih karena cuma bisa didapatkan di Banjarmasin, itu pun hanya pada musim cempedak. Ya, mandai dibuat dari kulit cempedak yang direndam dulu dalam air (difermentasi). Kelezatan mandai terletak pada lamanya kulit cempedak tersebut direndam (antara 3 hari hingga 1 bulan). Dulu saya mikirnya, kreatif sekali ya orang-orang bisa menciptakan makanan yang enak dari kulit buah yang seharusnya dibuang. Idenya luar biasa banget. Jadi mikir, kapan saya bisa punya ide buku best seller yang membuat semua buku-buku karya saya jadi best seller? Oh ya, ada satu lagi nih makanan yang unik, tapi rasanya luar biasa enak, yaitu pepahat (siput buluh). Mau digoreng atau dikuah sama enaknya, lho.
Kalau siang hari diisi dengan acara kulineran ke sana kemari, maka malam hari menjadi waktu kami duduk berkumpul di ruang tengah rumah orangtua saya, menikmati berbagai penganan yang mama buat sendiri, sambil saling bercerita mengenang masa kecil, juga pembahasan mengenai kesuksesan. Tiga adik saya bisa dibilang sudah sukses, punya jabatan dan penghasilan bagus, atau punya industri perak yang omsetnya sudah begitu besar.
Tinggal saya saja yang belum sukses, juga adik bungsu yang masih kuliah semester akhir. Dan selalu saja, seperti di masa-masa lain kami berkumpul, saya sebagai anak tertua merasa “kecil” dan tak ada apa-apanya kalau melihat prestasi adik-adik yang sudah lebih dulu sukses. Di dalam situasi begini pula, saya jadi ingat larangan papa yang dulu pernah sangat tidak setuju saya jadi penulis. Katanya, jadi penulis itu identik dengan gelandangan, penghasilan tak pasti, hidup serba pas (malah kadang kekurangan), dan sebagainya.
“Tidak ada yang tahu kesuksesan seseorang itu datangnya kapan. Bisa besok. Bisa tahun depan. Ada juga yang menunggu bertahun-tahun baru sukses. Kesuksesan juga tidak selalu diukur dengan materi, yah walaupun materi penting. Mau hidup layak dan enak ya butuh materi juga. Cuma satu sih yang aku bisa bilang. Sukses itu bisa terjadi kalau kamu konsisten melakukan pekerjaanmu. Lakukan terus. Belajar terus. Gagal? Berarti kurang banyak belajar. Kalau gagal, ya bangkit lagi. Bergerak terus. Inti sukses ya terus bergerak sih menurutku,” kata adik ke-2 yang sudah punya jabatan bagus, sudah pula dikirim ke berbagai negara karena prestasi kerjanya.
Kata-kata adik ke-2 tadi sebenarnya juga sudah saya tahu. Memangnya mulai 2012 hingga 2014 saya melakukan apa? Saya terus menulis. Saya belajar dari penulis-penulis yang telah lebih dulu bisa menerbitkan buku best seller, bahkan sering ikut workshop demi menambah ilmu. Selain itu, saya juga banyak membaca. Nyatanya hingga kami duduk bersama malam itu, kesuksesan belum juga mengunjungi saya.
Nyaris Hanyut di Loksado
Malam tahun baru tiba. Setelah ikut merayakan malam tahun baru dengan nonton pesta kembang api di Lambung Mangkurat, pusat keramaian di Banjarmasin, kami pulang ke rumah. Duduk bersama membicarakan resolusi yang ingin kami capai. Kami tidur menjelang subuh sehingga tanggal 1 Januari 2015, kami tidak ke mana-mana.
Papa akhirnya mengajak ponakan-ponakan saya berenang di Sungai Martapura yang ada di depan rumah. Menurut kepercayaan orang Banjar, siapa pun yang berenang di sungai yang ada di Kalimantan Selatan, pasti akan kembali ke tanah leluhurnya ini. Seru juga sih, serasa dibawa ke masa lalu, ketika saya dan adik-adik masih kecil dan menghabiskan sore hari kami dengan berenang di sungai.
Tanggal 2 Januari 2015 pagi, adik ke-2 lagi-lagi mengejutkan kami dengan membangunkan semua orang pagi-pagi sekali. Ia ingin mengajak kami jalan-jalan ke Loksado, yang terletak di Hulu Sungai Selatan, salah satu kabupaten yang ada di Kalimantan Selatan. Malas sebenarnya. Pikiran saya ketika itu, “Ah, paling cuma gitu-gitu aja.”
Apalagi dulu sebelum tinggal di Jakarta, saya sudah beberapa kali ke Loksado. Cuma sungai berarus deras yang belum dikelola dengan baik sebagai tempat wisata. Namun saat mendapati semua orang pergi, kecuali saya, akhirnya mau tak mau saya ikut juga. Tidak enak rasanya sendirian di rumah sementara yang lain berkumpul dan bersenang-senang.
Perjalanan dari Banjarmasin ke Loksado dengan mobil memakan waktu kurang lebih 5 jam. Memasuki daerah Hulu Sungai Selatan, kecepatan mobil terpaksa dikurangi karena kami memasuki wilayah pedesaan dengan jalan yang tak terlalu lebar serta turun naik. Sekitar pukul 12, kami tiba di Loksado. Ternyata tempat wisata yang satu ini sudah berubah banyak, bahkan telah tersedia Bamboo Rafting, yang dalam bahasa Banjar disebut Balanting Paring, atau menyusuri sungai berarus deras dengan menggunakan rakit yang terbuat dari bambu.
Acara Berendam Karena Tak Bisa Balanting Paring
Exciting banget ketika tahu kami bisa naik rakit menyusuri sungai dan melihat secara langsung desa-desa Dayak yang tersembunyi. Sayangnya saat menuju loket, kami mendapat kabar kalau hari ini kegiatan balanting paring ditiadakan akibat hujan deras semalam yang membuat arus sungai tiga kali lipat lebih berbahaya. Lalu ketika kami mau menuju air terjun Haratai, penduduk sekitar juga mencegah. Jembatan kayu menuju air terjun roboh semalam karena arus deras gara-gara hujan deras sehari sebelumnya.
Tidak ada tujuan lain lagi, karena jika pindah ke lokasi wisata lain, maka waktu kami hanya habis di perjalanan saja. Mama lalu mengusulkan agar kami makan siang dulu dengan menikmati bekal yang sudah kami bawa dari rumah. Jadilah kami mencari tempat yang teduh di pinggir sungai, menggelar tikar, dan mulai santap siang. Lalu iseng-iseng, papa menuju sungai yang dangkal dan berseru mengajak kami semua berenang. Aslinya sih bukan berenang, tapi hanya duduk berendam.
Sungai Amandit, begitulah nama sungai tempat kami berendam. Memang di bagian kami berendam dan bermain air cukup dangkal, tingginya masih di bawah lutut orang dewasa, namun di bagian lain, sungai berarus deras ini penuh dengan bebatuan besar dan kedalamannya ada yang mencapai hingga tiga meter. Kami asyik bercanda, saling mencipratkan air, juga tertawa melihat tingkah polah ponakan yang lucu-lucu. Selagi asyik bermain, saya jadi lengah. Saya tergelincir. Tak ada pijakan. Tangan juga tak mampu meraih bebatuan terdekat. Saya mulai panik karena dengan cepat saya terbawa arus. Meski bisa berenang, kemampuan itu ternyata sama sekali tak berguna melawan derasnya arus Sungai Amandit.
Wah, bakal mati nih saya. Inilah pikiran yang berkelebat dengan cepat dalam kepala saya. Pikiran yang langsung membuat saya panik seketika itu juga. Di saat yang sama, saya tidak ingin mati. Saya belum sukses. Saya takut dilupakan orang-orang yang saya sayangi begitu saya tak lagi ada di dunia ini. Dalam rasa takut akan kematian, saya bertekad. Kalau saya selamat, saya ingin menciptakan karya yang membuat orang yang saya sayangi bisa mengingat saya meskipun saya telah tidak lagi bersama mereka. Di saat yang sama, saya sadar, selama hidup ini saya belum memberikan apa-apa bagi hidup itu sendiri. Saya merasa kurang dalam banyak hal, termasuk kurang dalam memberi manfaat bagi orang lain.
Kalau diceritakan begini, sepertinya butuh lebih dari 10 menit ya, tapi faktanya kejadian dan seluruh pemikiran itu hanya sepersekian detik. Untung salah satu adik saya berhasil menangkap kaki saya. Benjol sih kepala saya, juga tangan dan kaki, gara-gara terantuk batu, tapi saya bersyukur masih diberi kesempatan untuk tetap hidup. Lebih mengejutkan lagi, ketika semua naik ke darat lagi sesaat setelah kejadian saya nyaris hanyut, beberapa warga melintas dalam langkah tergesa. Salah satu dari mereka memberi peringatan pada kami agar tidak bermain di sungai karena dua jam sebelum kami tiba, ada dua pengunjung Loksado yang hanyut dan tubuh mereka belum ditemukan. Astaga. Horor banget ih. Untung saya selamat ya.
Pikiran yang muncul saat saya nyaris hanyut terus mengisi rongga kepala saya. Bahkan ketika kami mampir di salah satu kedai ketupat kandangan untuk makan ketupat yang terkenal di daerah Hulu Sungai Selatan, juga membeli dodol kandangan, tetap saja pikiran itu tak mau lenyap. Apa yang akan saya tinggalkan agar orang-orang yang saya cintai tetap mengingat saya? Apa yang sudah saya capai selama hidup hingga ketika kematian menjemput, tak akan ada lagi yang saya sesali? Sebagai apa atau siapa saya ingin dikenang? Tiga pertanyaan ini bagai hantu yang terus melayang-layang di sekitar saya dan menghantui saya setiap waktu.
Tanggal 6 Januari 2015, saya kembali ke Jakarta dan mulai menuangkan ide buku best seller tadi. Hahaha… saya memang berharap ide tulisan saya kali ini akan benar-benar terwujud dan bisa menjadi best seller. Selain itu, juga bisa bermanfaat bagi orang lain yang saat ini masih kebingungan dalam berkarya. Ide tadi saya kembangkan hingga akhirnya menjadi buku. Tanggal 18 Mei 2015, buku saya berjudul Yakin Selamanya Mau di Pojokan?! terbit dan sudah bisa didapatkan di toko buku. Isi buku ini secara garis besar mengembangkan ide yang saya dapatkan ketika saya nyaris hanyut di Sungai Amandit bulan Januari lalu.
Tanggal 6 Juni 2015, buku berikutnya yang berjudul Nggak Usah Kebanyakan Teori Deh! terbit. Buku ini juga berasal dari pengembangan ide, apa yang akan saya tinggalkan bagi orang-orang yang saya sayangi kelak ketika kematian memanggil saya. Dan seolah semesta mendukung doa-doa dan harapan saya, kedua buku ini dinyatakan best seller dan dicetak ulang pada 13 November 2015. Mengejutkan sekaligus menggembirakan. Inilah Aha! momen saya, ketika dalam sepersekian detik saya hampir saja hilang dari muka bumi ini, Tuhan seakan memberi saya “ide” yang harus segera saya eksekusi. Pada akhirnya saya sadar, kesuksesan itu punya formula: doa + usaha + campur tangan Tuhan.
Peristiwa Januari 2015 itu selain berhasil memunculkan ide buku best seller, juga menjadi titik balik kesadaran kalau semua orang butuh bepergian dan berlibur. Ada banyak tempat yang patut dikunjungi di Indonesia ataupun di negara-negara lain, yang akan memperkaya pengalaman, pengetahuan, memperluas wawasan, menciptakan momen-momen terbaik yang bisa memicu lahirnya ide-ide kreatif dan brilian.
Itu sebabnya, ada banyak perjalanan yang selanjutnya terus saya lakukan demi menemukan aha momen saya berikutnya sehingga buku-buku karya saya terus lahir. Perjalanan membuat saya menjadi semakin produktif untuk menghasilkan buku yang bermanfaat. Buku saya bukan buku yang terbaik, tetapi melalui buku yang saya tulis, saya ingin bisa bermanfaat dan berguna bagi orang lain dan keluarga saya, bagi bangsa dan negara, juga bagi diri saya sendiri.
Ceritanya inspiratif banget.. Walau panjang tapi gak bosenin.
Makasi, Kakak. Semoga Kakak juga segera nemu aha moments yak. Tapi kalau travelling ajak-ajak saya juga lho
Ceritanya inspiratif. Oh ya kapan aku bisa nerbitin buku? Apakah harus mendapatkan “aha” momen dulu? hehehe
Nah, kalau itu, mungkin kita perlu travelling bareng dulu nih, trus nemuin aha moment lagi. Tiketnya pesan di skyscanner aja tuh. Ke Bali lagi lagi murah tadi saya cek. Yuk pesan. Pulang dari Bali langsung nerbitin buku deh… hahaha
Itu juga keren kok, Kak Rizka. Pengalaman yang kita dapat dari travelling itu yang pasti bisa kita bagikan dengan harapan bisa bermanfaat dan menginspirasi orang lain kan, ya, baik di blog atau di buku, sama aja sih menurut saya. Jadi, kapan kita travelling bareng?
kereen. boleh juga tekadnya.. die another day, yaa..
Iya, meninggalnya nanti saja, tunggu ada lebih banyak lagi buku yang bisa saya tulis dan terbitkan. Biar hidup saya di dunia ini berguna ya, Mas, meski masih sedikit sekali yang bisa saya bagikan saat ini, semoga selanjutnya bisa terus menulis, berbagi, dan melakukan perjalanan demi perjalanan.
Hemhhh kapan ya saya bisa bikin buku juga?
Ayo kita travelling dan pulangnya kita bikin buku. Ayuklah dikondisikan 2-3 hari gitu kita menghilang dari perabadan π
Tuhan memang selalu memberikan jalan berliku untuk kesuksesan orang. Jika kita kuat, berkah akan kita terima. Jika kita lemah, niscaya kita akan kehilangan kesempatan baik dari-Nya. Terus menulis untuk menyebarkan virus inspirasi, Mbak Monica π
Ya, Mbak Kiki, Tuhan selalu punya cara untuk masing-masing orang meraih impiannya ya. Berliku memang jalannya, tetapi seperti yang Mbak Kiki bilang, selama kita kuat, berkat berlimpah akan kita terima. Mari kita terus menulis ya, Mbak, saling support dan saling menginspirasi
Pengalamannya seru banget kak, saya percaya sih, sejatinya perjalanan kita memang untuk memaknai kehidupan. Dan tentunya bikin kita jd mensyukuri hidup, anyway, fotomu yg dijepret sebelum aha moment itu lucuk kali ekspresinya hihihi π
Wahahaha… itu foto paling memalukan sebenarnya. Tapi menunjukkan sisi paling memalukan ini juga butuh keberanian lho, dan yang paling penting tebal muka… wahaha. Mari kita terus mensyukuri hidup ya, Mbak. Saling dukung pula. Terima kasih atas supportnya
Mbaa, aku pas kecil pernah hampir hanyut di dusun, bedanya malah diomelin -_- kalo inget jadi greget-greget gedeg haa
Aku nggak diomelin sih pas kejadian itu, tapi malah diketawain. Gara-gara becanda jadi lalai dan kebetulan emang arus sungainya mendadak deras gitu. Iya ih, ini pengalaman bikin deg-degan banget
Mbak, itu kalau naik bamboo rafting gak pakai pelampung, ya?
Harusnya pakai sih, Mbak, karena saat beli tiket itu kita dikasih pelampung. Tapi kalau penduduk desa sana biasanya sudah tahu cara mengendalikan rakit dan bagian sungai mana yang berbahaya jadi mereka tampaknya merasa aman saja nggak pakai pelampung π
Ini tulisan inspiratif banget mba, saya lagi down menulis, jadi semangat lagi. Tks for sharing
Ayuk, Mbak Ovi. Semangat lagi yuk. Mari berbagi kebaikan dan inspirasi melalui tulisan ya π
Wah keren Aha moment nya….. Itulah mengapa sekarang jadi pengen traveling suka menemukan hal2 yang mengubah diri….sayang belum bisa utk saat ini hehe… Mudah2an ke depan ah xixixi
Bener banget nih mba, traveling emang bisa bikin kita punya banyak ide. Saya sih selalu mantengin youtube channel blogger Australia “Chris Freelancer” yang sudah menobatkan dirinya sebagai Digital Nomad. Berkeliling dunia dengan mengandalkan income dari aktivitas di dunia digital. Inspiratif banget, menikmati hidup sesuai hobi yang pastinya seru banget.
Terima kasih ya sudah ikutan Blog Competition “Aha Moments” Skyscanner Indonesia. Good luck π
Terima kasih telah berkunjung juga, Kak Deddy. Sehat dan sukses selalu
Jejak. Terima kasih atas partisipasinya. π
Terima kasih telah berkunjung, Mbak Haya. Sehat dan sukses selalu ya
Sharingnya keren! Ternyata ini ya di balik c para buku best seller. Hehe. By the way, Yakin Selamanya Mau Dipojokkan dan Nggak Usah Kebanyakan Teori adalah buku Mbak Monica yang pertama kubeli. Inspiratif sekali dan sekarang jadi koleksi favoritku untuk dibaca ulang π
aku bacanya berulang-ulang
Yang best seller aku sukaaa banget, udah beli yang ngga usah kebanyakan teori deh
Keluarga dirumah juga termasuk yang hobinya traveling, tambah pengalaman, pastinya seru dan bikin fresh, keren Monica sharingnyaππ
Mondai itu cempedak muda yg digoreng.
Cempedak sejenis buah nangka kan ya mba??
Dulu waktu kecil pernah ngerasain buah cempedak yg mateng rasanya enak bangett
Aku kapan ya Bisa traveling ke luar jawa barat, bosan Bandung Jakarta Bekasi mulu… Ajakin ya kalau menang
Keren banget ya mbak… nyaris hanyut aja bisa menjadi ide buat lahirin buku.
Kumpul keluarga memang selalu ngangenin..
Sukses utk karyanya mba…
Astaga ….
Untung bisa terselamatkan ngga sampai beneran hanyut di sungai,kak.
Lain kali berhati2lah bermain air di sungai yang sekiranya beraliran deras. Terlebih buat yang kurang pandai berenang.
Inspiratif banget ,, jadi pengen bikin buku juga tapi belum ada ide sama belum tahu harus bagaimana setelah dapat ide π
uwaaah, untung selamat ya mba…. melihat air sungainya aja aku udah serem.. apalagi kalo aku yg jatuh, berenang aja ga bisa blasss -__- .. tapi hikmahnya boleh juga.. mba jd punya buku2 best seller :D. aku suka traveling, tp sampe skr blm kepikiran utk bikin buku.. yg ada juga cuma menuliskannya di blog hihihihi…