Manusia hanya dapat berencana dan Tuhanlah yang menentukan terjadinya!
Kalimat itu sudah sering kali kudengar, bahkan nyaris mirip dengan mantra aji sakti yang terus berkumandang di sekitarku.
Aku sama sekali tak pernah menyangkal hal itu, karena tidak ada keberanian sedikit pun di dalam hatiku untuk melakukan penyangkalan.
Dan aku juga tidak pernah jera untuk merencanakan sesuatu.
Rencana demi rencana. Meski nyatanya dari sepuluh rencana yang kubuat, sering kali hanya satu rencana yang terealisasi.
Bahkan sering kali pula, tidak ada satu pun rencana itu yang terwujud.
Karena seringnya rencana yang jauh-jauh hari kususun gagal, maka hari ini aku mencoba ‘mengakali’ rencana tersebut dengan membuat rencana dadakan.
Siapa tahu aja kan rencana yang disusun dadakan malah bisa terwujud?
Betapa bersemangatnya aku ketika bangun tidur tercetus keinginan untuk pergi ke Jakarta dan menghadiri acara tahunan IBF itu.
Sejak tadi siang, begitu membuka mata,
aku sudah sibuk browsing , mencari tiket, tempat menginap dan lokasi acara.
Aku juga sudah merancang dengan baik, apa yang harus kulakukan, kendaraan apa saja yang harus kunaiki
dan apa saja rencana lainnya yang ingin sekaligus kulakukan setibanya aku di Jakarta.
Baru sore hari, aku berani mengatakan rencana dadakan ini pada suamiku.
Tanpa disangka, suamiku mendukung keberangkatanku ke Jakarta, meski seorang diri dan bermodal nekat
Dengan dukungan suami itulah akhirnya aku mantap menceritakan rencanaku pada sahabat-sahabatku,
berharap ada sedikit waktu yang bisa mereka luangkan untuk bertemu denganku
Syukur-syukur jika mereka pun mau pergi bersamaku ke IBF
Ternyata, rencana yang disusun dadakan pun tidak ada jaminan akan terwujud.
Baru saja aku hendak melakukan pembayaran tiket kereta secara online, sebuah pesan masuk di blackberry-ku
“Bisakah aku ke Surabaya?”
Pesan itu sangat pendek, namun rasanya membuat jantungku meluncur ke perut.
Aku langsung berlari lagi ke toko, tempat suamiku berada. Bercerita dengan cepat dan akhirnya ia menyuruhku segera menelpon ke Surabaya.
Benar saja, aku memang sedang sangat dibutuhkan di Surabaya.
Rencana tinggal rencana.
Dalam tahun ini, sudah tiga kali rencanaku untuk pergi ke Jakarta gagal.
Kecewa? Itu sudah pasti. Karena ada ambisi kecil yang ingin kukejar dengan datang ke Jakarta.
Bingung… Itu juga alami terjadi.
Menentukan prioritas terbaik, menjadi sebuah kalimat yang didengungkan kepadaku untuk menentukan pilihan.
Dan lagi-lagi, aku harus belajar mencoba mengikhlaskan rencana itu tertunda sejenak.
Sepertinya Tuhan memang punya rencana lain untukku
Sepertinya Tuhan memiliki rancanganNya tersendiri hingga aku tidak boleh seenaknya.
Dan aku yakin, Tuhan menyediakan ‘sesuatu’ yang jauh lebih baik untukku
Teorinya kan memang begitu, tapi namanya manusia tetap berusaha mencari-cari kembali alasan untuk tetap menjalankan rencananya.
Berbagai argumen keluar dalam perdebatan panjang dengan suami tercinta.
Satu kalimat yang sering kali membuatku kembali jatuh cinta pada sosok suamiku itu
“Pergi saja ke mana seharusnya kamu pergi. Jangan melawan rancangan yang sudah ada.”
Adakah suami yang bisa mengikhlaskan istrinya terus bepergian dan nyaris hanya satu bulan tinggal di rumah?
Aku bertanya-tanya, mungkin jika aku menikah dengan laki-laki lain, jelas aku tidak akan mendapatkan ijin istimewa seperti yang kudapatkan sekarang.
Aku bisa pergi ke mana saja. Aku didukung bahkan dalam persen yang tak terhingga.
Dan aku tidak pernah dituntut apapun karena ia lebih suka melihatku berkembang sebagaimana seharusnya.
Rencana yang (lagi-lagi) tertunda ini membuatku kembali belajar.
Saat kekecewaan datang, ada hal baik yang bisa kulihat dan kusyukuri
Bahwa aku memiliki laki-laki luar biasa dalam hidupku.
Bahwa Tuhan pasti memiliki rencana terindah yang akan diberikanNya pada saat yang tepat.
Bahwa aku belajar untuk menentukan prioritas terpenting
Dan bahwa aku belajar untuk menahan diri untuk tidak mementingkan kepentinganku sendiri.
Semarang, 19 November 2012
@My Home Sweet Home
*Tapi ngomong-ngomong, itu naskah segunung bagaimana nasibnya :(*